WISATA BUDAYA HIDUPKAN TRADISI MASA ?
Saat sekarang ini wisata berkembang pesat di seluruh negeri terutama wisata budaya atau wisata adat. Berbagai adat di Indonesia telah disorot dengan segala keunikannya. Penggerak sektor wisata sendiri mengharapkan pariwisata dapat membantu perekonomian masyarakat setempat. Oleh sebab itu, menarik perhatian pengunjung adalah hal utama yang harus diusahakan.
Dalam hal menarik perhatian pengunjung penggiat wisata terkait tentu mengembangkan ide-ide yang berpotensi, misalnya menyediakan wahana, menyediakan pelayanan khusus atau bisa jadi berupa sarana dan spot yang menarik.
Bentuk dari pelayanan khusus contohnya menyambut pengunjung dengan tarian khas tentu itu akan membuat pengunjung merasa istimewa. Namun, ada juga yang objek penarik perhatian yang diadakan tidak sesuai dengan tema wisata yang disuguhkan, sebut saja wisata adat sebagai tema, tetapi daya tarik yang dipromosikan adalah arum jeram, air terjun dan sebagainya. Bukan berarti ide itu salah, hanya saja adat dan budaya yang merupakan topik utama dalam wisata ini tidak memiliki keterkaitan dengan promosi yang ditayangkan.
Ada lagi, objek yang ditampilkan sejenis benda mistis atau keramat, cerita-cerita yang berbau mistis dan misteri. Jika kita memiliki konteks wisata adat dan budaya, hal-hal mistis dan mitos tidak ada hubungannya. Apabila berbicara tentang asal usul sebuah tatanan adat terwujud itu merupakan sejarah, nilai historis. Ada krnologi dan alasan yang real sehingga aturan dan nilai yang terbentuk berguna untuk mengatur kehidupan menjadi aman dan damai.
Mirisnya lagi, apabila adat yang menjadi objek sangat berkaitan dengan nilai-nilai Islam dan para tokoh adat beserta tokoh agama selama beberapa generasi berusaha menghilangkan kepercayaan animisme-dinamisme, Hindu-Budha, dan kepercayaan lain yang menyatu dengan kehidupan masyarakat bahkan bercampur baur dengan nilai Islam yang secara tidak sengaja terjadi ketika proses awal masuknya Islam ke daerah tersebut, sekarang kembali dibangkitkan dengan alasan strategi promosi sebuah objek wisata. Menghilangkan hal mistis dan mitos yang merupakan tradisi masa lampau bukan hal mudah seperti membalik telapak tangan, butuh waktu, tenaga, dan pikiran yang ekstra.
Oleh karena itu, apa hanya dengan cara menarik perhatian para pengunjung? Seolah-olah jarus menjadi premitif untuk dilihat. Atau kata premitif saat ini memiliki makna yang sama dengan kata unik? Masih banyak hal yang harus digali dan dipelajari dalam adat dan budaya yang menjadi objek wisata tersebut, bukan kah demikian lebih baik untuk memperkuat norma-norma yang terkandung sehingga masyarakat merasakan fungsi adat yang sebenarnya? Cukup berankat dari apa yang ada, jangan berusaha mencari dari luar atau meniru orang lain. Jadi diri sendiri lebih baik. Kalau bule bilang mah, "Don't pretend!"
Bagaimana pendapat Readers? Do you agree? 😊
Boleh share pendapat Readers di kolom komentar 😉
Like²
BalasHapus